Praktikum Kandungan Pirit

 

A. ACARA X : Kandungan Pirit

B. TANGGAL : 13 April 2022

C. TUJUAN : Mengetahui kandungan pirit didalam tanah gambut 

D. METODE : Oksidasi dengan H2O2

E. ALAT DAN BAHAN

1. Alat : Cup plastic, pH meter, pipet, pengaduk

2. Bahan : H2O2 30%, aquades 10ml, tanah gambut 

F. CARA KERJA

1. Ambil tanah gambut 5 gram dan masukkan dalam cup plastik  2. Tambahkan H202 20 ml, biarkan selama 15 menit. 

3. Aduk hingga homogen, untuk memastikan kesempurnaan reaksi tambahkan lagi 10 ml H202, biarkan lagi selama 15 menit. 

4. Tambahkan H202 10 ml kemudian diaduk.

5. Ukur pH menggunakan pH meter. 

6. Bila pH nya menurun hingga di bawah 2,5 berarti bahan tersebut bersifat sulfirik potensial atau mengandung Pirit banyak 

7. Bila pH > 2,5 maka bahan tersebut tidak mengandung pirit

G. HASIL PENGAMATAN

1. Data Pengamatan 

• pH Gambut + H2O2 = 2,45 

2. Keterangan Gambut tidak mengandung pirit dibuktikan dengan pH yang  kurang dari 2,5.

H. PEMBAHASAN

Lahan gambut merupakan ekosistem lahan basah yang tergenang air  sehingga materi-materi tanaman tidak bisa membusuk sepenuhnya. Hal ini  membuat produksi bahan organik menjadi lebih banyak dari proses  pembusukan yang terjadi sehingga terjadi akumulasi bahan gambut.  Berdasarkan berbagai survei yang telah dilakukan, luas areal gambut di  Indonesia diperkirakan 13-14 juta ha, yang dibedakan ke dalam gambut  tipis(50–100 cm), sedang (100–200 cm), tebal (200–300 cm), dan sangat  tebal (>300 cm) (Puslittanak, 1998), yang tersebar dipulau Sumatra,  Kalimantan dan Irian Jaya.

Lahan gambut juga didefinisikan sebagai lahan dengan tanah jenuh  air, terbentuk dari endapan yang berasal dari penumpukkan sisa-sisa  (residu) jaringan tumbuhan masa lampau yang melapuk, dengan ketebalan  lebih dari 50 cm (Rancangan Standar Nasional Indonesia-R-SNI, Badan  Sertifikasi Nasional, 2013), Kandungan C organik yang tinggi (≥ 18%) dan  dominan berada dalam kondisi tergenang (anaerob) menyebabkan  karakteristik lahan gambut berbeda dengan lahan mineral, baik sifat fisik  maupun kimianya. Kandungan karbon yang relatif tinggi berarti lahan  gambut dapat berperan sebagai penyimpan karbon. Namun demikian,  cadangan karbon dalam tanah gambut bersifat labil, jika kondisi alami lahan  gambut mengalami perubahan atau terusik maka gambut sangat mudah  rusak.

Sifat fisik tanah gambut merupakan faktor yang sangat menentukan  tingkat produktivitas tanaman yang diusahakan pada lahan gambut, karena  menentukan kondisi aerasi, drainase, daya menahan beban, serta tingkat  atau potensi degradasi lahan gambut. Dalam pemanfaatan lahan gambut  untuk pertanian, karakteristik atau sifat fisik gambut yang penting untuk  dipelajari adalah kematangan gambut, kadar air, berat isi (bulk density),  daya menahan beban (bearing capacity), penurunan permukaan tanah  (subsidence), sifat kering tak balik (irreversible drying) (Agus dan Subiksa,  2008).

Kematangan gambut diartikan sebagai tingkat pelapukan bahan  organik yang menjadi komponen utama dari tanah gambut. Kematangan  gambut sangat menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena  sangat berpengaruh terhadap tingkat Panduan Pengelolaan Berkelanjutan  Lahan Gambut Terdegradasi 17 kesuburan tanah gambut, dan ketersediaan  hara. Ketersediaan hara pada lahan gambut yang lebih matang relatif lebih  tinggi dibandingkan lahan gambut mentah. Struktur gambut yang relatif  lebih matang juga lebih baik, sehingga lebih menguntungkan bagi  pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, tingkat kematangan gambut

merupakan karakteristik fisik tanah gambut yang menjadi faktor penentu  kesesuaian gambut untuk pengembangan pertanian. Berdasarkan tingkat  kematangannya, gambut dibedakan menjadi saprik (matang), hemik  (setengah matang), dan fibrik (mentah).

Berdasarkan tingkat kesuburannya gambut di Indonesia umumnya  tergolong ke dalam gambut oligotropik (miskin) sampai mesotropik  (sedang) dan hanya sedikit yang tergolong ke dalam golongan eutropik  (subur) (Polak, 1975). Tanah gambut juga memiliki sifat asam yang tinggi;  Tanah gambung cenderung kurang subur karena memiliki unsur hara yang  terbatas; serta. Banyak ditemukan di kawasan lahan yang basah, seperti  rawa-rawa. Rendahnya produktivitas lahan gambut disebabkan oleh tanah  gambut tergolong tanah yang marginal dengan tingkat kesuburan yang  rendah. Selain memiliki keterbatasan berupa ketersediaan unsur hara yang  rendah terutama hara N, P, K, Cu, Zn, dan B (Tadano et al., 1992), reaksi  tanah sangat masam dan kejenuhan basa yang rendah, gambut yang jika  dikelola dengan sistem sawah juga akan menghasilkan asam-asam organic meracun terutama derivat asam fenolat seperti p-kumarat, p hidroksibenzoat, vanilat, dan asam ferulat (Tadano et al., 1992).

Konsentrasi asam-asam fenolat 0.1-1 mM termasuk tinggi dan  dalam selang yang meracuni tanaman (Whitehead et al.,1981). Vaughan et  al. (1985) menambahkan bahwa asam-asam fenolat yang bersifat fitotoksik  terhadap pertumbuhan tanaman melalui mekanisme gangguan pada proses  metabolism seperti respirasi atau sintesis asam nukleat atau protein. Pirit  merupakan sumber kemasaman pada lahan gambut pasang surut. Pirit ialah  mineral tanah FeS2 yang sering ditemukan di lahan rawa—terutama rawa  pasang surut. Pirit yang berada dibalik lapisan gambut atau tanah mineral  yang tergenang air aman bagi tanaman. Namun, bila pirit tersingkap lalu  bersentuhan dengan udara (O2) menjadi sangat berbahaya karena  teroksidasi. Akan tetapi pada saat lahan gambut tersebut dalam keadaan  tergenang maka pirit ini akan menjadi tidak aktif atau hanya menjadi tanah  dengan memiliki kemasaman potensial maka pH tanah tersebut tidak akan  menjadi terlalu masam. Sedangkan jika pada saat lahan gambut sudah tidak  tergenang lagi maka pirit tersebut menjadi teroksidasi sehingga pirit akan  menjadi sumber kemasaman yang aktif.

Jika pirit belum teroksidasi maka pH tanah tidak akan terlalu rendah,  akan tetapi jika pirit telah teroksidasi maka pH tanah akan menjadi sangat  rendah. Dan jika tanaman dibudidayakan di atas permukaan lahan gambut  yang piritnya telah teroksidasi maka tanaman budidaya tidak akan bisa  tumbuh secara optimal. Hal ini dikarenakan pirit bisa sebagai sumber  kemasaman yang potensial bagi suatu lahan gambut pasang surut tetapi juga

dapat menjadi senyawa beracun jika akar dari tanaman budidaya menyentuh  lapisan pirit ini. Lapisan tanah berpirit pada umumnya akan bereaksi dan  menimbulkan buih apabila ditambahkan H2O2, dan hasil reaksi akan  menghasilkan pH yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang tidak  mengandung pirit yaitu pH dibawah 2,5. Hal ini sesuai dengan pengujian  Universitas Sumatera Utara 23 parameter yang dilakukan pada pengujian  pH tereduksi dioksidasi H2O2, yaitu dengan nilai pH 0.7-2.5 (Sutiandi, dkk.  2011). Pada keadaan anaerob atau tergenang pirit bukanlah menjadi  masalah, namun akan menjadi masalah yang berbahaya jika kondisi tanah  berubah menjadi aerob. Karena dalam kondisi ini akan teroksidasi dan  menghasilkan senyawa beracun serta meningkatkan kemasaman tanah,  yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Sistem perakaran merupakan  salah satu komponen pertanaman yang sangat penting dalammenopang  pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Wilkin, 1969). Hasil  pengamatan terhadap bobot akar pada 8 mst dan panjang akarsaat panen  menunjukkan bahwa pemberian tanahmineral berkadar pirit tinggi  memberikan beratakar paling tinggi dan panjang akar yang paling panjang.  tanpa pemberian tanah mineral berpirit berat akar dan panjang akar padi  masing-masing adalah 0.31 g dan 13.53 cm, sedangkan dengan pemberian  tanah mineral berkadar pirit tinggi beratakar dan panjang akar mengalami  peningkaan yaitu menjadi masing-masing 0.99 g dan 22.02 cm

I. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum Dasar Ilmu Tanah pada Acara X yang berjudul  “Kandungan Pirit” dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Lahan gambut juga didefinisikan sebagai lahan dengan tanah jenuh air, 

terbentuk dari endapan yang berasal dari penumpukkan sisa-sisa  (residu) jaringan tumbuhan masa lampau yang melapuk, dengan  ketebalan lebih dari 50 cm

2. Sifat fisik tanah gambut merupakan faktor yang sangat menentukan  tingkat produktivitas tanaman yang diusahakan pada lahan gambut,  karena menentukan kondisi aerasi, drainase, daya menahan beban, serta  tingkat atau potensi degradasi lahan gambut.

3. Kematangan gambut diartikan sebagai tingkat pelapukan bahan organik  yang menjadi komponen utama dari tanah gambut. Kematangan  gambut sangat menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena  sangat berpengaruh terhadap tingkat Panduan Pengelolaan  Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi 17 kesuburan tanah  gambut, dan ketersediaan hara

4. Jika pirit belum teroksidasi maka pH tanah tidak akan terlalu rendah,  akan tetapi jika pirit telah teroksidasi maka pH tanah akan menjadi  sangat rendah

5. Gambut sangat dalam (>3 m) mempunyai kesuburan sangat rendah dan  berfungsi sangat penting untuk menjaga kualitas lingkungan sehingga  lebih disarankan sebagai lahan konservasi

6. Bila pirit tersingkap lalu bersentuhan dengan udara (O2) menjadi sangat  berbahaya karena teroksidasi

7. Berdasarkan tingkat kesuburannya gambut di Indonesia umumnya  tergolong ke dalam gambut oligotropik (miskin) sampai mesotropik  (sedang) dan hanya sedikit yang tergolong ke dalam golongan eutropik  (subur)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2019. “Petunjuk Umum Praktikum Dasar Ilmu Tanah Pertanian”.  Institut Pertanian Stiper. Yogyakarta.

Agus, F, dan I G.M. Subiksa. 2008. Potensi untuk Pertanian dan Aspek  Lingkungan. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan  Pertanian.

Maftuah, Eni. 2015. “Karakteristikk Lahan Gambut”. Balai Penelitian Tanah  Bogor. Bogor

Suastika, I. W., & Sabiham, S. (2006). Pengaruh Pencampuran Tanah Mineral  Berpirit pada Tanah Gambut terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman  Padi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia, 8(2), 99-109.

Vaughan, D., R.E. Malcolm, and B.G. Ord. 1985. Influnce of humic substances  on biochemical processes in plants. In Organic Matter and Rice. IRRI. Los  Banos, Phillipines

Whitehead, D.C., H. Dibbs and R.D. Hartley.1981. Extractan pH and the release  ofphenolic compounds from soils, plant rootsand leaf litter. Soil Biol.  Biochem. 13: 343-348.

Wilkin, B.Malcolm. 1969. Physiology of plantgrowth and development. Mc.  GrowHillPublishing company limited, Maiden head,Berkshire, England.  Diterjemahkan oleh MulMulyani Sutedjo dan A.G. Kartasapoetra.1989.  Fisiologi Tanaman. Bina Aksara,Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Praktikum PH Tanah Colorimtris

Praktikum KPK Tanah Kualitatif